Rabu, 16 November 2011

Dark forest tale

“Suasananya tetap terasa mencengkeram di siang hari” Thomas berkomentar.
“Pepohonan itu seperti sedang berbicara ketika ditiup angin” Geardo menambahkan.
Sementara itu Vianna sudah merinding, “Kenapa berangkatnya malam-malam sih?” tanyanya
Ashley tidak memperdulikan pertanyaannya, jadi Hean yang menjawab “Mungkin akan berguna bagi perkembangan keberanian kalian”
“Apa maksudmu dengan perkembangan keberanian? Kita bisa terbunuh di hutan itu” Ravena protes
“Kau begitu khawatir ya? Atau takut lebih tepatnya” Daniel mulai menggodanya
“Tutup mulut kalian!” Ashley berseru, dan keadaan menjadi hening.
Cat, Hean, Ashley, Daniel, Kerena, dan Ksatria Naga akan mengadakan perjalanan melintasi Dark Forest. Hutan paling ditakuti dan berbahaya di Osan. Hanya ada 1% kemungkinan orang yang masuk kesana bisa kembali.
“Kabarnya, beberapa dheom menetap di hutan itu. Dheom akan mencadi ancaman terbesar kita. Ingat, api yang keluar dari mulutnya, hampir sama panasnya dengan api naga. Dan kukunya, sepanjang setengah meter. Setajam pedang” Kerena memperingatkan.
Tujuan mereka melakukan ekspedisi ini adalah, mengumpulkan sisa-sisa diamond yang berceceran di dalam hutan. Jika makhluk lain menemukannya, akan berbahaya.
“Jadi, siang ini tidurlah sepuasnya. Jam 4 sore, kita berkumpul di aula besar” Cat mengakhiri rapat itu.
Seperti sudah diprogram, keempat ksatria naga langsung keluar dari ruangan itu. Mereka turun ke lantai bawah entah kemana.
“Ravena, apa yang akan kita lakukan?” Tanya Vianna
Ravena memandang mata Vianna, ia kelihatannya sedikit ragu. “Tentu sesuatu akan terjadi. Tapi aku yakin kita semua akan selamat. Cat ada bersama kita, jangan remehkan kakakku itu. Aku sangat mempercayainya” Kata Ravena pada yang lain.
“Aku akan pergi ke asrama. Aku perlu menemui Leon. Kutunggu kalian di kafetaria jam 9 nanti” Thomas meninggalkan yang lain.
“Aku akan ke perpustakaan. Miss Ozzry menyuruhku datang pagi ini. Kutunggu di kafetaria” Geardo juga pergi.
Tinggal Vianna dan Ravena yang ada di lorong itu.
“Mau kemana?” Tanya Vianna lagi
“Pulang ke vila. Kau ikut denganku saja” Ravena mengajak Vianna
Karena tidak punya pilihan lain, Vianna ikut ke villa Ravena.

“Miss Howrink?” Seorang laki-laki menegur Ravena
Ravena menoleh, “Bukankan anda Kapten Trevor?” Ravena mengenali orang itu.
“Ya. Perkenalkan nama saya Gerrald Trevor. Kapten divisi 231” Katanya, menjabat kedua perempuan di hadapannya.
“Ada apa Kapten?” Tanya Ravena
“Begini. Karena kalian akan pergi ke Dark Forest, saya perlu menyampaikan beberapa hal” Katanya, sedikit berbisik.
“Apa yang ingin anda katakan?” Ravena bertanya lagi
“Sebaiknya, anda berdua ikut saya ke perpustakaan”
Mereka bertiga kemudian menuju perpustakaan. Bukan yang terletak di gedung administrasi. Tapi yang berada di gedung museum. Mereka kemudian menuju ke sebuah bangku baca panjang dan berbicara.
“Ada hal penting yang kalian perlu ketahui tentang Dark Forest” Kapten Trevor menghela napas lalu memulai ceritanya.
“Dark Forest itu bukan hanya menyeramkan, tapi juga tua. Dark Forest adalah satu-satunya daerah yang belum berubah sejak Ossan pertama kali ditemukan. Sampai 100 tahun kemudian, setelah Ossan ditemukan, orang belum memasukinya. Baru pada tahun 103 hitungan Ossan, seorang prajurit Flits menemukan ada kawasan hutan di sana. Ia memasukinya, dan menemukan banyak makhluk aneh di dalamnya. Ia kembali dengan susah payah, dan melaporkan semua itu pada Hegamaster Savanna. Hegamaster melakukan ekspedisi sendirian ke hutan itu. Entah apa yang terjadi dengan Hegamaster saat itu. Namun setelah kembali, Hegamaster mengumumkan bahwa kawasan hutan itu dilindungi dan berbahaya. Jika orang tidak mau mati sia-sia, jangan masuk hutan itu. Begitulah kata Hegamaster Savanna waktu itu.”
“Beberapa orang mengatakan, pada saat Hegamaster pergi ke hutan itu, ia mengalami kejadian luar biasa. Hegamaster Savanna adalah seorang Curixy Air, sama seperti anda Miss Howrink” Ia melirik ke arah Ravena, “Dan pada saat Hegamaster Savanna pergi kesana, adalah pada saat bulan purnama di malam titik balik matahari”
“Wah, itu luar biasa. Hari itu hanya ada sekali dalam 300 tahun” Komentar Ravena.
“Ya, dan itu adalah waktu yang sangat luar biasa bagi seorang Pengendali Air. Kejadian-kejadian besar pada hidup seorang Pengendali air terjadi pada malam itu.  Begitu pula dengan Hegamaster Savanna. Ia mengalami kejadian besar malam itu. Dan hanya segelintir orang saja yang tau”
Ravena mengerutkan dahinya. Ia mulai menangkap pokok pembicaraan ini.
“Apa itu?” Vianna seolah mewakili isi hati Ravena
“Inilah yang ingin aku sampaikan pada kalian. Tapi kalian harus berjanji, tidak akan membocorkan informasi ini kepada orang banyak” Kapten Trevor menatap mereka dengan tatapan menuntut.
“Baiklah,” Ravena menjawab singkat
Walaupun Kapten Trevor tidak begitu yakin, akhirnya ia bercerita juga.
“Beberapa orang mengatakan, malam itu Hegamaster Savanna bertemu dengan para Dewa”
Vianna dan Ravena terhenyak, “Dewa?”
“Ya, dewa. Itu versi orang-orang. Tapi sebenarnya, yang ditemui oleh Hegamaster itu adalah seorang anak dewa yang menjelma menjadi seekor kunang-kunang bercahaya keperakan. Kunang-kunang itu menunjukan sesuatu yang sangat mengagetkan Hegamaster”
Vianna ketakuta mendengar kisah itu, “Apa itu?” tanyanya ragu-ragu.
“Sebuah areal pemakaman”
Ketakutan Vianna terwujud.

“Bisa kau pindahkan buku yang itu kemari. Ya, bagus. Sekarang rapikan tumpukan
buku itu. Terima kasih. Nah, tolong kau tata kursi-kursinya ya. Lalu bersihkan debu-debu yang menempel. Setelah itu kau boleh pergi. Jangan lupa kunci pintu dan serahkan pada Kapten Deandra, aku percaya padamu Geardo. Terima kasih, aku pergi dulu. Selamat siang”
“Haa………….hh” Geardo tidak menyangka, ia diminta datang ke perpustakaan hanya untuk membersihkannya. Padahal perpustakaan ini sudah seperti, bukan kapal pecah, tapi kapal meledak!
Beberapa hari yang lalu, ada pertemuan antara Dewan Tinggi Flits yang membahas entah apa. Geardo berpikir, bagaimana orang-orang tua yang terhormat bisa membuat perpustakaan menjadi berantakan seperti ini. Dan satu hal yang ia tidak habis pikir, “Kenapa aku yang disuruh membersihkan ini semua?!”
Geardo meletakan beberapa buku tamu di meja penjaga perpustakaan. Saat menata meja yang berantakan itu, sebuah benda jatuh. Geardo mencarinya di kolong meja. Ternyata sebuah kunci, tapi berbentuk aneh. Pada bagian pegangannya ada semacam ukiran. Geardo belum pernah melihat ukiran seperti itu. Ia meletakan kembali kunci itu di meja.
 Thomas. “Tom, aku akan ke apartemenmu untuk mandi. Kau dimana sekarang?”
Thomas yang sedang bersama Leon, teman masa kecilnya, menjawab pertanyaan Geardo dengan tanda tanya, “Bukankah ini masih jam 11? Kau mandi jam 8”
“Aku penuh debu!” ratap Geardo “Miss Ozzly menyuruhku membersihkan perpustakaan setelah dipakai rapat dewan.” Thomas tertawa, “Baiklah, mandilah. Ravena dan Vianna menunggu kita di Kafetaria jam 12” Ia menoleh kepada Leon, “Jadi? Kemana perginya 12 kg emas itu?”
“Aku yakin ini bukan murni pencurian. Ada motif tersembunyi dibalik hilangnya emas itu.” Leon menjelaskan lagi. Thomas mengangguk, “Apa yang akan dilakukan pada emas itu sebelumnya?”
Leon mengingat-ingat sejenak, “Walikota Desovo adalah orang yang memuja penginggalan sejarah dan artifak-artifak. Ia mungkin sedang berupaya membeli sebuah kuil pemujaan dari suku pedalaman atau semacamnya”
“Kau yakin ini ada hubungannya dengan masalah seperti itu?” Thomas ragu. Ternyata Leon juga sependapat, “Belum tentu, ada seratus kemungkinan dikasus ini. Itu hanya dugaanku saja. Bagaimana menurutmu?”
Thomas tidak melihat titik terang di kasus ini, “Kita harus melakukan penyelidikan lapangan. Persiapkan saja,”
Leon heran, “Bukannya kau bilang tidak bisa diganggu seminggu ini?” Thomas terbelalak, “Oh, ya. Aku hampir lupa. Baiklah, mungkin hari Rabu minggu depan kita bisa melakukan penyelidikan. Kalau begitu, aku pergi dulu ya?”
Leon mengangguk, lalu mereka berdiri. Thomas mengucapkan selamat tinggal, lalu ia pergi. Geardo yang malang pasti menunggunya sekarang. Ia melirik arlojinya, jam 11:06. Masih pagi, mereka akan berangkat ke Dark Forest pukul 16:00 sore. Masih banyak waktu.
Sampai di apartemennya di lantai 29 Gedung 7, Thomas berpas-pasan dengan Jason, teman satu kotanya dulu di Mesir.
“Hai, Tommy. Bagaimana kabarmu? Aku jarang melihatmu akhir-akhir ini” Jason menyapa dan menjabat tangan ‘Tommy’nya. Thomas tertawa, “Kapan kau akan berhenti memanggilku seperti itu” jason pun juga ikut tertawa, Thomas berbicara lagi, “Aku dengar kau habis dari New York untuk mengejar seorang peramal yang berkhianat pada Flits ya? Bagaimana rasanya New York? Waktu Ravena dan Ashley kesana aku tidak diajak” “New York? Ya…” Jason berpikir sebentar “Itu kota yang mengagumkan”
Mereka pun berbasa-basi sebentar, sampai akhirnya Jason harus meninggalkan kawan lamanya itu, “Sampai bertemu lagi Tommy..”
Thomas menjabat tangan Jason dan memandanginya pergi. Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju apartemennya. Ternyata Geardo sedang tidur disana. “Haahh dasar tidak tahu malu. Hei!!” Thomas menggoyang-goyangkan tubuh Geardo sampai ia terbangun.


Bersambung...

Kamis, 10 November 2011

The Last Sunset part 1


THE LAST SUNSET 
--
“Rinn-chaaann!!!! Ayo ke pantai!”
Aku menggeleng. “Tidak ah.. Rinn mau tidur..”
“Ayolah.. Mizuki bosan di rumah..”, kata Mizuki memohon.
Aku mendengus, lalu mengangguk terpaksa. “Iya iya.. sebentar aja lho ya..”
“Asiiik..”, Mizuki menarik tanganku hingga Aku hampir terjatuh. “Aaa.. hati-hati, Mizuki-chan!”, teriakku takut.
Aku dan Mizuki berjalan berdua menuju pantai dekat rumah nenek mereka. kulirik Mizuki, sepupuku dengan pandangan bingung.
“Hei, Mizuki-chan. Rinn bingung, kenapa Mizuki-chan suka sama pantai?”, tanyaku penasaran
“Karena pantai itu indah, lalu bisa liat matahari terbit dan matahari terbenam disana..”, kata Mizuki.
“Ooh..”
“Iya, makanya Mizuki mengajak Rinn-chan kesini, untuk melihat Sunset di sini, mumpung masih di Tokyo kan?”
Aku mengangguk. Mulai tertarik dengan kata-kata Mizuki. “Ya sudahlah.. mungkin akan menyenangkan.. daripada bosan di rumah..”.
“Naah.. begitu dong..”, Mizuki menunjuk suatu tempat. “Rinn-chan! Itu pantainya!”
Aku terperanjat. Kagum, kaget, senang, semua jadi satu.
“Waaah.. indahnya.. “, kataku kagum. Pantai itu lengang, hanya ada satu-dua orang di sana. Air pantai yang bergelombang siap untuk menyambutku. Suasana khas pantai yang membuatku tenang. Tak menyesal aku menemani Mizuki kesini.
“Eh! Mizuki-chan! Tungguin Rinn!”, seruku ketika aku melihat Mizuki sudah tidak disampingku dan sudah berlari ke arah pantai. Sudah kutebak, dia akan mengajakku bermain air.
“Rinn-chaaann! Ayo cepaaatt...”, teriak Mizuki.
“Iyaaaa... tungguin Rinn dong..!!!!”, teriakku.
‘Mizuki tidak sabaran sekali’, batinku

Aku terus berlari.. tanpa sadar ada sebuah batu besar dan aku tersandung dengan bodohnya. Aku, menangis.
“Uwaaaaaaaa ....”
“Rinn.. Rinn-chan!”, Mizuki berteriak keras. Ia ketakutan. takut kalau sepupu sekaligus sahabatnya yang baik ini kenapa-napa.
“Sakiit..”, rintihku lalu menangis lagi. Pastinya, jauh lebih keras.
“Rinn-chan.. Mizuki panggilin Okaasan dulu ya!”
Mizuki berlari ke rumahnya untuk mencari ibunya atau yang biasa kusebut bibi, yang dulu adalah seorang dokter. Aku menunggu sendirian, memandang pantai, sambil terus menangis.
Ada yang menepuk pundakku.
“Kenapa menangis?”, tanya seorang anak laki-laki yang kelihatannya 2 tahun lebih tua dariku.
“A..aku—“
SRETT
“Nih”, kata anak laki-laki itu sambil menyodorkan sapu tangan itu dihadapanku. Aku yang masih tertegun, hanya menatapnya heran.
“Aku taruh sini ya. Sudah, jangan menangis terus..”, katanya sambil menaruh sapu tangannya ke genggaman tanganku. Tangisanku sudah mulai reda.
“Terimakasih..”
Dia menepuk pundakku. Lalu tersenyum. Aku merasa nyaman.. nyaman sekali.. dan aku berhenti menangis. Ikut tersenyum, tidak menghiraukan luka dan darah yang terus mengucur dari lukaku. Pemandangan pantai menambah indahnya suasana saat itu.
“Jangan menangis lagi yaa..”, kata laki-laki itu. “Sapu tangan ini untukmu. Jaga baik-baik. Ini kenang-kenangan dariku.”, katanya lagi sambil beranjak pergi.
“Aaah.. tunggu!!”, teriakku mencegah dia pergi. Dia menatapku heran.
“Ambillah ini, ini kenang-kenangan dariku..”, kataku sambil melepas syal biru tua buatanku sendiri. Aku memberikannya dengan hati-hati, seperti orang yang sedang memberi berliannya pada orang lain. Takut syal itu rusak. “Sekaligus ucapan terimakasih”, tambahku.
Dia tersenyum, memakai syal itu dan berlalu pergi. Aku berteriak, berusaha menahannya sekali lagi, tapi dia terus berjalan, menjauh..
“Jangan pergiiii.. kumohooon.. jangan pergi!!!”
Aku berteriak sekencang-kencangnya, sampai akhirnya sebuah cahaya terang datang menghampiriku, semakin dekat.. dekat.. semakin dekaatt..


bersambung....